Ke Puncak Para Dewa, Mahameru Bagian 3

Little Helper
DI ORO_ORO JAMBANGAN. Tak lama lagi @fajar_sukma akan membawa dua tas sekaligus.
@fajar_sukma merelakan dirinya membawakan logistik tim kami pada saat pendakian puncak. Kami semua salut, bagaimana dia bisa mengemban tugas itu ketika setiap orang hanya membawa logistiknya sendiri-sendiri. Kami hanya membawa apa yang melekat di badan kami dan air minum. Logistik; nata de coco,roti, cokelat, obat-obatan, dan lainnya dibawa oleh @fajar_sukma.

Saya menyadari betapa beratnya apabila tugas membawa logistik itu diamanatkan kepada saya. Tidak, tidak mungkin. Karena begitu sebuah suara, “Mas, Mas, mausummit gak?” membangunkan kami di tenda pada tengah malam di Kali Mati, saya sudah merinding. Antara kedinginan dan ketakutan.
Bayangkan saja perjalanan dari jam 00.00 hingga sekitar pukul 05.00 dengan membawa logistik! Saya tahu begitu kami semua melingkar, kemudian seorang pria mengomandoi do’a dengan awalan,
“Di langit yang berbintang ini, mari kita berdo’a agar selamat … “—bahwa saya tak bisa menelan ludah.
Suasana begitu gelap, hanya lampu-lampu senter menyala, dan di antaranya bergetar. Perjalanan semakin sulit ketika mencapai Arcopodo (Arcapada), kami harus menaiki tanah bertangga-tangga, melangkah besar, dan salah-salah bisa terjerumus jurang. Jujur saja mental saya mulai berantakan pada saat summit,terlebih lagi begitu senter yang saya pegang—saya tak memakai head lamp—terus bergerak, menangkap sebuah benda di sepanjang jalan yang mengingatkan kita pada kematian; batu nisan.
Setiap kata-kata di benda itu kedengaran seperti syair yang kurang lebih berbunyi,selamat jalan … yang damai bersama angin …
Saya berusaha membacanya di bawah lampu senter yang redup, hingga mulai berkesan seperti peringatan;
Hati-hati, kawan … aku sudah tahu—aku sudah tahu apa yang akan terjadi, ternyata
Menggantung.
Bisa dibilang—saat mengamati batu-batu nisan itu saya tak berani mengatakan—bahwa mereka sepertinya hidup. Semua orang termenung lama untuk membaca setiap nisan, dan saya akui itu adalah saat dimana keyakinan berganti menjadi pasrah. Tak mau tahu seberapa hebatnya kita selama ini.
Di hutan ini kita hanya sebuah titik yang mudah hilang, mudah tersesat—terbang jauh dibawa angin sekali pun, apalagi hanya untuk sekedar mati…
Hanya itu yang perlu saya pikirkan.
Tapi @fajar_sukma menahan semua tantangan berat itu dengan tambahan tugas membawa logistik kami, dan memastikan dirinya tak pernah jauh-jauh dari kami.
Siang harinya, ketika kami semua sedang menempuh perjalanan kembali ke Ranu Kumbolo, @bangian mengalami cedera lutut. Dia merasa kesakitan, dan dengan sangat bersemangat, @fajar_sukma mengambil tas carrier milik @bangian tersebut. Dia membawa tas itu bersama miliknya sendiri sampai ke Ranu Kumbolo. Saya berjalan tepat di belakangnya, namun @fajar_sukma berjalan lebih cepat
“Gua duluan ya,” katanya.
Beberapa menit kemudian, dia tak kelihatan lagi.

Halaman : 124567891011

Ditulis oleh : M. Irwiyana

Also published on : www.readingbiograph.com
0 Komentar untuk "Ke Puncak Para Dewa, Mahameru Bagian 3"

Back To Top