KE PUNCAK PARA DEWA, MAHAMERU BAGIAN 6

Di kereta MATARMAJA.
Sudah jelas rasanya bagaimana suasana di kereta ekonomi yang akan kami hadapi. Dengan dua bangku yang saling berhadapan, lutut-lutut kami sering bertemu satu sama lain. Tidak ada larangan merokok, pedagang hilir-mudik dari waktu ke waktu. Mereka adalah jawaban untuk perut keroncongan, atau ketika ingin membeli rokok, minuman panas-dingin, sampai batik. Pemandangan seperti itu terus berlangsung sampai kami pun bosan dan terbiasa. Kami tertidur, kemudian bangun, mengobrol, kemudian tertidur lagi. Begitu seterusnya sampai keesokan paginya kami tiba di stasiun Kota Baru Malang.


Kerasnya Jakarta …

Tiba di Stasiun Kota Baru Malang
Tak banyak memakan waktu, hanya menunggu beberapa orang yang menunaikan hajatnya di toilet stasiun, mencari penambal perut lapar, kemudian kami pun menyewa angkot biru untuk bergegas ke Tumpang, sebuah kecamatan dengan penduduk sekitar 70.000 jiwa yang begitu asri dan bersih.  Kami beristirahat di sebuah rumah warga yang sekaligus memiliki mobil jip untuk mengantarkan kami ke Ranu Pane. Sebelum itu, kami mendapatkan nasi bungkus untuk sarapan, kemudianngopi-ngopi ganteng sembari melepas lelah. Sesudahnya baru kami berangkat—dan, itu harus ditandai terlebih dahulu dengan berpose di depan jip. Wajib!
Tumpang
DI TUMPANG. Awalnya mereka sibuk, tapi kemudian …
Tumpang pose
JADI BEGINI. (Paling kanan bukan Bang Iduy, tapi Piyu Padi)

Halaman : 123457891011


Ditulis oleh : M. Irwiyana


Also published on : www.readingbiograph.com
0 Komentar untuk "KE PUNCAK PARA DEWA, MAHAMERU BAGIAN 6"

Back To Top